424 Kabupaten di Indonesia Ditetapkan Endemis Malaria-balita sehat ceria

424 Kabupaten di Indonesia Ditetapkan Endemis Malaria-balita sehat ceria


424 Kabupaten di Indonesia Ditetapkan Endemis Malaria

Posted: 27 Nov 2010 09:39 AM PST


Hal ini dikemukakan Global Fund Malaria Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr. Lukman Hakim, di Mamuju, Sabtu.

Menurut Lukman, dari 424 kabupaten endemis Malaria tersebut, diperkirakan sekitar 45 persen penduduk Indonesia beresiko tertular penyakit Malaria.

Ia mengemukakan, penyakit Malaria bukan hanya persoalan kesehatan secara nasional, namun masalah ini juga terjadi di beberapa negara besar lainnya baik pada benua Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah dan benua Afrika.

"Pemyakit Malaria salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah masyarakat di dunia. Setiap tahun, lebih 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia," katanya.

Lukman menjelaskan, kasus terbanyak yang ditemukan terdapat di benua Afrika, namun juga melanda Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa di benua Eropa.

Resiko penyakit malaria, kata dia, dapatmempengaruhi tingginya kematian bayi, anak balita, wanita hamil dan dapat menurunkan produktivitas sumber daya manusia.

"Penyakit Malaria di Indonesia semakin tinggu sejak tahun 2006 silam dengan jumlah kasus yang ditemukan sekitar 2 juta kasus malaria klinis, kemudian menurun pada tahun 2007 yang hanya menjadi 1,75 juta kasus," papar dia.

Dia mengemukakan, pada umumnya lokasi endemis malaria terdapat di desa-desa yang terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah serta perilaku hidup sehat yang kurang baik.

Dijelaskannya, hasil pelaksanaan kegiatan penanggulangan malaria di Indonesa pada periode 2000-2007 yang diukur dari berbagai indikator telah mengalai penurunan.

"Grafik telah menunjukkan terjadinya penurunan kasus penderita malaria klinis, namun grafik menunjukkan bahwa tahun 2007 silam masih terdapat 1.774.845 penderita klinis di Indonesia.

Hal ini pun kata dia, menjadi tantangan bagi segenap bangsa, bukan hanya tantangan bagi Kementerian kesehatan saja, namun upaya penanggulangan malaria masih memerlukan kepedulian dan dukungan segenap komponem bangsa dan rakyat Indonesia.

Ia juga menambahkan, untuk kondisi penyakit malaria di Sulbar juga termasuk daerah rawan penyebaran penyakit malaria.

"Kasus penderita penyakit Malaria yang dinyatakan positif di wilayah Sulbar mencapai angka sebesar 1.367 jiwa di tahun 2009 karena itu perlu gebrakan untuk memberantasnya," paparnya.

Lukman juga mengemukakan, dari lima kabupaten di provinsi terbungsu ini, jumlah penderita penyakit malaria yang positif tertinggi di Kabupaten Mamuju dengan jumlah kasus sekitar 563 jiwa, Mamuju Utara sebanyak 5 jiwa.

Sedangkan di Kabupaten Polman ditemukan sebanyak 124 jiwa terjangkit positif, 705 jiwa ditemukan di Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamasa dinyatakan belum ada kasus yang terdata.

Sementara itu, kata dia, penderita penyakit malaria klinis di Sulbar tercatat kabupaten Mamuju kembali menempati peringkat tertinggi dengan jumlah 16.810 jiwa di tahun 2009, Mamuju Utara sebanyak 370 jiwa, Polewali Mandar sebanyak 2.025 jiwa, Majene sebanyak 1.517 jiwa dan Mamasa sebesar 928 jiwa.

"Kondisi ini tentu sangat menggelitik hati kita untuk melakukan pencegahan terhadap penyakit malaria itu karena dampaknya sangat besar dalam upaya peningkatan SDM itu sendriri," papar Lukman. (ACO/K004)

Wawank: Peringkat Kota <b>Sehat</b> di Indonesia

Posted: 26 Nov 2010 04:23 PM PST

Kementerian Kesehatan kini memiliki data tentang kota dengan peringkat kesehatan tertinggi dan terburuk di Indonesia. Apa saja kota-kota yang paling sehat dan paling buruk?

Untuk memeringkat kota tersehat dan terburuk ini, Kementerian Kesehatan membuat 24 indikator kesehatan yang digunakan untuk menilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di tiap kota dan kabupaten.

Dengan menggunakan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007-2008, penilaian kota sehat kali ini menggunakan rumusan IPKM yang baru ada tahun 2010.

Sebelumnya data kesehatan masih bersifat menyeluruh dan belum ada data rinci tiap kota dan kabupaten. Dengan adanya IPKM ini memudahkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana kesehatan tiap kota atau kabupaten berdasarkan peringkat kesehatannya.

"Semakin jelek peringkat kesehatan kotanya, maka dana yang diberikan akan semakin besar," kata Dr dr Trihono, M,Sc., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemkes RI, dalam acara temu media di Gedung Kemkes, Jakarta, Jumat (26/11/2010).


Menurut Dr Trihono, penetapan peringkat kota dan kabupaten sehat ini akan dijadikan bahan untuk advokasi ke pemerintah daerah agar terpicu untuk menaikkan peringkatnya, sehingga sumber daya dan program kesehatan diprioritaskan.

Penetapan peringkat ini didasarkan pada 24 indikator kesehatan, yaitu balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita sangat kurus dan kurus, balita gemuk, diare, pnemonia, hipertensi, gangguan mental, asma, penyakut gigi dan mulut, disabilitas, cedera, penyakit sendi, ISPA, perilaku cuci tangan, merokok tiap hari, air bersih, sanitasi, persalinan oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan neonatal 1, imunisasi lengkap, penimbangan balita, ratio dokter per Puskesmas dan ratio bidan per desa.

"Meski kesehatan berhubungan erat dengan kemiskinan, tetapi belum tentu kota yang miskin tingkat kesehatannya buruk dan sebaliknya belum tentu kota kaya kesehatannya selalu baik," jelas Prof Purnawan Junadi, Guru Besar FKM UI.

Beberapa contoh kota kabupaten yang miskin tapi dengan peringkat kesehatan baik misalnya adalah Bitung dan Sorong, sedangkan kota non-miskin namun bermasalah dalam kesehatan contohnya adalah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

"Hal ini biasanya terjadi karena kebanyakan kota kabupaten dengan tingkat perekonomian yang baik terlalu mengejar sektor kuratif (pengobatan). Mereka lebih memikirkan membangun rumah sakit dan dokter spesialis, tetapi tidak memikirkan hal-hal sederhana seperti usaha pencegahan dan bidan-bidan yang lebih akrab dengan masyarakat," jelas Prof Pur lebih lanjut.

Dari 440 kabupaten dan kota berdasarkan Riskesdas 2007, diperoleh peringkat masing-masing kota dan kabupaten dengan tingkat kesehatan terbaik hingga terburuk.

Kota Magelang merupakan kota dengan peringkat paling tinggi atau kota paling sehat, sedangkan Pengunungan Bintang merupakan kabupaten dengan indikator kesehatan paling buruk di seluruh Indonesia.

Peringkat 10 teratas kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling tinggi atau kota paling sehat:

1. Kota Magelang (Jateng)
2. Gianyar (Bali)
3. Kota Salatiga (Jateng)
4. Kota Yogyakarta
5. Bantul (Yogyakarta)
6. Sukoharjo (Jateng)
7. Sleman (Yogyakarta)
8. Balikpapan (Kaltim)
9. Kota Denpasar (Bali)
10. Kota Madiun (Jatim)


Peringkat 10 terbawah kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling buruk adalah:

1. Mappi (Papua)
2. Asmat (Papua)
3. Seram Bagian Timur (Maluku)
4. Yahukimo (Papua)
5. Nias Selatan (Sumut)
6. Paniai (Papua)
7. Manggarai (NTT)
8. Puncak Jaya (Papua)
9. Gayo Iues (Aceh)
10. Pegunungan Bintang (Papua)


SUMBER: detik.com

0 Response to "424 Kabupaten di Indonesia Ditetapkan Endemis Malaria-balita sehat ceria"

Posting Komentar